Sunday, 17 June 2007

Perilaku Bonek,Pucuk Gunung Es

Posted on 03:13 by Tunjung Tri Utomo

Kerusuhan yg dimulai di menit 87 pertandingan lanjutan Copa Dji Sam Soe second leg antara Arema Vs Persebaya, Senin 3 September 2006 meinumbulkan kesedihan dalam diri saya selaku penggemar olahraga sekaligus suporter alamiah Persebaya (arek suroboyo asli gitu loch). Betul apa yg dikatakan Mennpora Adhyaksa Dault bahwa kita harus bertindak sangat tegas sesuai hukum terhadap para pelaku kerusuhan,secara pribadi maupun pada para penanggung jawab supporter.

Namun perlu kita ingat,ini bukan ulah negatif pertama para supporter bondo nekat tersebut, dan terus terang saya kurang yakin juga bila setelah sangsi dijatuhkan, apapun itu, perilaku ini tidak akan berlanjut. Cobalah kita ingat, setidaknya sejak tahun 1987,tahun dimana ayah pertama kali mengajak saya ke Stadion Tambaksari untuk menyaksikan laga Persebaya (di turnamen piala Utama kalau tidak salah), intensitas maupun frekuensi ulah negatif para suporter bonek secara konsisten meningkat dari tahun ke tahunnya. Perubahan status Persebaya dari klub amatir yg berlaga di kompetisi perserikatan ke klub semi profesional dalam masa Liga Indonesia tak juga membawa dampak positif bagi hubungan klub- suporter,yang ujung-ujungnya justru klub sering dirugikan oleh ulah suporter. Pun begitu saat persebaya menjadi kampiun liga Indonesia 1997, toh musim berikutnya kerusauhan masih saja terjadi. Anomali jgua bisa kita amati saat Persebaya terdegradasi di musim 2002-2003,kita semua mengira dukungan untuk persebaya akan surut,ternyata kita salah fanatisme suporter tetap bergelora (terbukti denga penuh sesaknya stadion saat 3 September kemarin). Menyimak ini semua tentu kita dapat menyimpulkan bahwa prestasi (atau degaradasi) Persebaya tidak terlalu ada korelasinya dengan perilaku bonek ini,dengan kata lain hal2 didalam SEPAKBOLA (seperti keputusan wasit yang salah,pelanggaran lawan dll) BUKANLAH PENYEBAB SEMUA PERILAKU INI melainkan hanya celah kecil 'yang telah lama dinanti' dimana menyemburkan semua emosi seolah mendapat legitimasi. Ada sesuatu yg lebih besar dari sekedar sepakbola untuk bisa memantik kerusuhan sebesar ini!!.

Saya sendiri berpendapat kerusuhan ini hanyalah potret rasa sakit tertahan yg telah mencapai titik jenuh yg diderita masyarakat Surabaya khususnya generasi muda (usia nyaris semua bonek), sikap membiarkan,bahkan memaklumi, kita semua (termasuk para aparat keamanan) terhadap kerusuhan-kerusuhan kecil para suporter sepakbola Surabaya di masa lalu telah berakibat fatal menimbulkan semacam 'lembaga terlegitimasi' bagi kaum muda surabaya untuk melampiaskan semua keluhan terhadap ketidak-adilan hidup, para bonek jadi seperti dapat pembenaran untuk praktis berbuat apa saja yang mereka mau. Sebagaimana yg ditulis Erich Fromm dalam bukunya "Sejarah Kekerasa" (The History of Violence) " Pada masyarakat industri yang terjadi adalah hilangnya tradisi, nilai-nilai sosial dan keterikatan sosial dengan sesama,yang menjadi penyebab agresi manusia tidak cuma kepadatan penduduk, namun juga rusaknya struktur sosial dan ikatan sosial murni. Dilain pihak, perilaku agresi muncul juga karena kondisi sosial, psikologis, ekonomi, budaya dan politik". Perilaku agresif hanya timbul bila si pelaku juga mengalami 'agresi',yg dalam hal ini adalah tekanan sosial ekonomi yg begitu beratnya,tidak bisa tidak,tekanan ini memeksa sesorang untuk melampiaskannya untuk menjaga kewarasannya.

Sebagai warga Surabaya terlebih bila salah satu dari kita memegang amanah sebagai pengelola kota ini, kita perlu mawas diri,pembangunan kota terbesar ke-2 Indonesia ini,sulit dipungkiri, telah mengarah pada ketidak seimbangan. Ketidak seimbangan yang mengarah pada pecahnya nilai- nilai tradisi dan religius soal kekeluargaan,toleransi,sportifitas yg sempat lama menjadi ciri masyarakat nusantara. Bonek yg secara demografis 90% berasa dari keluarga ekonomi menengah kebawah jadi indikator tingkat kemakmuran kota ini yg paling sahih,ditinjau dari teori apapun juga. Coba ingat teori piramida Abraham Maslow,bahwa bagian piramida terbawah adalah kelompok masyarakat yang dimotivasi hanya oleh kebutuhan primernya seperti makan,tempat tinggal,dan pakaian. Masyarakat dari golongan ini tidak mampu memotivasi dirinya lebih dari kepentingan-kepentingan nprimer tersebut, oleh karenanya pranata-pranata seperti keindahan,ketertiban,kepantasan dll bukanlah sesuatu yang terjangkau oleh mereka sehingga jelas terlihat bagaimana oknum Bonek dengan tanpa beban menghancurkan mobil-mobil, melemparkan benda-benda ke lapangan pertandingan, memaki wasit dan tim lawan. Bagaimana juga fenomena ini telah diprediksi oleh Nabi Muhammad abad-abad yang lalu lewat ungkapan "sesungguhkan kefakiran mendekatkan pada kekufuran"

No Response to "Perilaku Bonek,Pucuk Gunung Es"

Leave A Reply