Sunday, 17 June 2007
Nagabonar Jadi 2, My Review
Posted on 03:25 by Tunjung Tri Utomo
Sutradara : Dedy Mizwar
Pemeran : Dedy Mizwar,Tora Sudiro,Wulan Guritno,Lukman Sardi,Uli Herdinansyah,Mike Muliardo,DArius Sinathrya,Indra Birowo,dll
Beda kemasan tapi rasanya sama saja.
Mungkin itu yang akan kita rasakan saat menyaksikan karya-karya sinematografi Dedy Mizwar (film Kiamat Sudah Dekat, Ketika..., sinetron Kiamat Sudah Dekat). Selalu berupa pesan-pesan moral yang di'tabrak'kan dengan kejadian sehari-hari hidup masa kini seperti adegan ketika sang Protagonis Nagabonar senior mempertanyakan kenapa bajaj dilarang lewat didepan istana negara,"kalo belanda yang melarang bajaj lewat aku mengerti lah (dengan logat batak yg kental),tapi ini kan sudah merdeka?".Atau ketika ia (Nagabonar sr) memprotes pose patung Jendral Sudirman yang terus menerus menghormat meski tak jelas kepada siapa sang Jendral menghormat sambil bergelantungan pada seutas tali yg menjuntai dari lengan sang Jendral,persis dengan adegan-adegan ketika Pak Haji memarahi Saprol dan Kipli di serial KSD.
Cerita berkembang seputar hubungan Nagabonar (Dedy Mizwar), pencopet kondang yang kemudian diangkat jadi jendral semasa perang kemerdekaan dan anak laki-lakinya, Bonaga (Tora sudiro), pria tampan yang lulusan S-2 dari Inggris serta berprofesi sebagai pengusaha properti. Diceritakan bagaimana suatu ketika sekelompok investor asal Jepang, yang tertarik menjadikan lahan perkebunan kelapa sawit milik Nagabonar yang sudah tidak produktif ke sebuah resort, menghubungi Bonaga dan menawarkan kontrak kerjasama. Masalahnya, di tengah perkebunan tersebut bersemayam jasad 3 orang yg paling dicintai ayahnya,yaitu Kirana (Ibunya,dulu diperankan Nurul Arifin),Maknya, dan sahabat ayahnya si Bujang. Konflik-pun berkembang antara kepentingan bisnis sang anak, yang mewakili kepentingan masa kini dengan kenangan sang ayah, yang mewakili nilai-nilai masa lalu.Dibumbui pula oleh kisah romantis menggelitik antara Bonaga dengan asistennya Monita (Wulan Guritno),yang memepertanyakan apa alasan wanita masa kini untuk mencintai seorang pria.
Mungkin mereka yang sama sekali belum pernah nonton Nagabonar Original (1987) atau belum pernah melihat karya-karya Dedy Mizwar lainnya bisa lebih menikmati film ini. Baiklah anggaplah film ini bukan Karya Dedy Mizwar,dan anggap film ini bukan merupakan sekuel dari film apapun maka kita akan menemukan drama komedi satirik (sindiran) yang cukup menggelitik dan berasa 'beda' ditengah banyaknya film-film nasional bertema horor ato cinta remaja. Sayang ide awal cerita yang sebenarnya sudah sangat bertenaga tidak dijabarkan dalam skenario yang layak,ribuan pesan tampak ingin diberondongkan sekaligus dan dijejalkan kedalam durasi film yang cuma 2 jam lebih sedikit, tiap pesan jadi terasa dangkal,begitu dipaksakannya sehingga kadang saya sulit menangkap bahwa adegan-adegan konyol yg ada memang dimaksudkan sebagai satire (sindiran),karena ceritanya jadi serasa 'patah'(teman saya :"lah ini hubungannya ama yang tadi apa ya?").
Pada akhirnya,film ini menggugah kita untuk kembali mempertanyakan apa itu arti 'modern' atau 'merdeka' atau 'makmur',tampaknya memang inilah efek 'tabrakan-tabrakan' yang diharapkan oleh DM,dijaman dimana segala sesuatu yang dikatakan 'modern' sering kita telan mentah-mentah.
Rating : *** dari *****
Kesimpulan : recommended,mending nonton bareng teman
Pemeran : Dedy Mizwar,Tora Sudiro,Wulan Guritno,Lukman Sardi,Uli Herdinansyah,Mike Muliardo,DArius Sinathrya,Indra Birowo,dll
Beda kemasan tapi rasanya sama saja.
Mungkin itu yang akan kita rasakan saat menyaksikan karya-karya sinematografi Dedy Mizwar (film Kiamat Sudah Dekat, Ketika..., sinetron Kiamat Sudah Dekat). Selalu berupa pesan-pesan moral yang di'tabrak'kan dengan kejadian sehari-hari hidup masa kini seperti adegan ketika sang Protagonis Nagabonar senior mempertanyakan kenapa bajaj dilarang lewat didepan istana negara,"kalo belanda yang melarang bajaj lewat aku mengerti lah (dengan logat batak yg kental),tapi ini kan sudah merdeka?".Atau ketika ia (Nagabonar sr) memprotes pose patung Jendral Sudirman yang terus menerus menghormat meski tak jelas kepada siapa sang Jendral menghormat sambil bergelantungan pada seutas tali yg menjuntai dari lengan sang Jendral,persis dengan adegan-adegan ketika Pak Haji memarahi Saprol dan Kipli di serial KSD.
Cerita berkembang seputar hubungan Nagabonar (Dedy Mizwar), pencopet kondang yang kemudian diangkat jadi jendral semasa perang kemerdekaan dan anak laki-lakinya, Bonaga (Tora sudiro), pria tampan yang lulusan S-2 dari Inggris serta berprofesi sebagai pengusaha properti. Diceritakan bagaimana suatu ketika sekelompok investor asal Jepang, yang tertarik menjadikan lahan perkebunan kelapa sawit milik Nagabonar yang sudah tidak produktif ke sebuah resort, menghubungi Bonaga dan menawarkan kontrak kerjasama. Masalahnya, di tengah perkebunan tersebut bersemayam jasad 3 orang yg paling dicintai ayahnya,yaitu Kirana (Ibunya,dulu diperankan Nurul Arifin),Maknya, dan sahabat ayahnya si Bujang. Konflik-pun berkembang antara kepentingan bisnis sang anak, yang mewakili kepentingan masa kini dengan kenangan sang ayah, yang mewakili nilai-nilai masa lalu.Dibumbui pula oleh kisah romantis menggelitik antara Bonaga dengan asistennya Monita (Wulan Guritno),yang memepertanyakan apa alasan wanita masa kini untuk mencintai seorang pria.
Mungkin mereka yang sama sekali belum pernah nonton Nagabonar Original (1987) atau belum pernah melihat karya-karya Dedy Mizwar lainnya bisa lebih menikmati film ini. Baiklah anggaplah film ini bukan Karya Dedy Mizwar,dan anggap film ini bukan merupakan sekuel dari film apapun maka kita akan menemukan drama komedi satirik (sindiran) yang cukup menggelitik dan berasa 'beda' ditengah banyaknya film-film nasional bertema horor ato cinta remaja. Sayang ide awal cerita yang sebenarnya sudah sangat bertenaga tidak dijabarkan dalam skenario yang layak,ribuan pesan tampak ingin diberondongkan sekaligus dan dijejalkan kedalam durasi film yang cuma 2 jam lebih sedikit, tiap pesan jadi terasa dangkal,begitu dipaksakannya sehingga kadang saya sulit menangkap bahwa adegan-adegan konyol yg ada memang dimaksudkan sebagai satire (sindiran),karena ceritanya jadi serasa 'patah'(teman saya :"lah ini hubungannya ama yang tadi apa ya?").
Pada akhirnya,film ini menggugah kita untuk kembali mempertanyakan apa itu arti 'modern' atau 'merdeka' atau 'makmur',tampaknya memang inilah efek 'tabrakan-tabrakan' yang diharapkan oleh DM,dijaman dimana segala sesuatu yang dikatakan 'modern' sering kita telan mentah-mentah.
Rating : *** dari *****
Kesimpulan : recommended,mending nonton bareng teman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No Response to "Nagabonar Jadi 2, My Review"
Leave A Reply