Sunday, 17 June 2007

Hijrah

Posted on 03:00 by Tunjung Tri Utomo

Memang ini bukan dari saya tapi saya kutip karena saya merasa gaya analisis-nya Pak Jabir oke dan pas dengan gaya saya.Sumpah dari dulu saya udah niat bikin tulisan soal hijrah ini,tapi dasar mahsiswa teknik yang ndobel2 kerja dan mroyek,tulisan itu gak jadi2,hehe.mungkin itulah gunaanya ada orang2 seperti Pak Jabir Al-Faruqi ini,yang bersedia mencurahkan primetime-nya utnuk mempelajari shirah dan memberikan analisis2 menarik.


Oleh Jabir Alfaruqi
Direktur Lembaga Studi Agama dan Pembangunan (LSAP) Jawa Tengah;
Pegiat Sufistik Islam Kuno
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0601/30/opini/2402102.htm
--------------------------------------------------------------

Hijrah bukan peristiwa migrasi biasa, dilatarbelakangi kondisi yang
luar biasa dan menghasilkan perubahan sosial yang spektakuler.

Hasil monumental itu tertulis dalam sejarah terciptanya masyarakat
madani, dari peradaban carut-marut, memberlakukan hukum rimba dan
serba paganis menjadi modern, religius, dan beradab. Fakta ini
menunjukkan, agama sebagai pandangan hidup manusia memiliki daya
dobrak dan daya bangun tatanan sosial yang harmonis, pluralis,
multikultral, damai, dan sejahtera.

Hussein Nasr mencatat, peristiwa hijrah terjadi setelah Nabi Muhammad
melakukan Isra dan Miraj. Miraj secara religius adalah puncak
peristiwa spiritualitas yang dicapai manusia. Di sini terjadi
penyatuan (al Tauhid atau Manunggaling kawulo Gusti).

Di saat tepat untuk melakukan perubahan sosial ternyata masyarakat
Mekkah belum siap menjadi pusat perubahan dan tonggak historis
transformasi terhebat kehidupan manusia ke depan. Nabi pun
diperintahkan berhijrah ke Madinah, daerah ini akan menjadi ikon
perubahan besar.

Latar belakang masyarakat (Mekkah) yang belum siap berubah dijadikan
prioritas kedua setelah Madinah yang benar-benar siap. Artinya, orang
yang akan melakukan perubahan menuju tatanan sosial lebih beradab
tidak cukup berbekal kepintaran, keberanian, dan kenekatan, tetapi
perlu kelengkapan cakrawala guna mendiagnosis tradisi dan kultur
masyarakatnya.

Dengan pola seperti ini ternyata bisa memunculkan model perubahan
besar peradaban manusia secara harmonis, dinamis, pluralis,
demokratis, dan sama-sama merasa menang. Kelompok pendatang, penduduk
asli, Islam, non-Islam, kaya-miskin, desa-kota, terpelajar, dan buta
aksara bersatu, bahu-membahu. Ini merupakan pola pembangun
multikulturalisme yang sukses pertama kali di dunia selain
terciptanya masyarakat madani.

Mulai diri sendiri

Ubahlah dirimu sebelum mengubah orang lain. Teori psikologi bahwa
perbaikan manusia hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah berjiwa
baik, menyapu kotoran harus dengan sapu yang bersih, benar-benar
menjadi sumber moralitasnya.

Karena itu, jika individu (seorang pemimpin), masyarakat, atau bangsa
ingin melakukan perubahan lebih mendasar dan beradab, pelakunya harus
menjadi istimewa lebih dulu secara moral dan spiritual, dan bukan
sebaliknya. Kondisi belum siap untuk baik, bersih, dan berubah dari
sang pelaku menjadikan reformasi selalu mengalami jalan buntu. Sebab
utamanya, mentalitas manusia belum direformasi.

Hukum, undang-undang, peraturan pemerintah adalah barang mati. Bisa
hidup dan berguna bila disentuh tangan-tangan yang berjiwa bersih,
baik, mulia, dan hidup. Tanpa itu semua akan masuk keranjang sampah.

Untuk bisa menjadi sosok terbaik, manusia harus lebih dulu bisa
menguasai dirinya. Dengan kemampuan menguasai diri, ia akan bisa
memimpin dengan baik dan beradab. Jadi, proses penemuan jati diri
secara sejati merupakan modal utama agar manusia bisa menjadi
panutan. Manusia yang sudah mampu mengenali siapa dirinya dan
menguasai jati dirinya, saat menjadi pemimpin tidak akan rakus
terhadap jabatan, tidak pongah terhadap harta rakyat, tidak suka
mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia untuk kepentingan diri
dan golongannya. Dirinya akan bisa berdiri di atas semua golongan,
semua kepentingan, dan semua lapisan masyarakatnya. Keberadaannya
menjadi simbol meski masyarakat yang dipimpin bersifat multiras dan
multikulturalis.

Catatan kecil ini memberi kesimpulan, hijrah merupakan peristiwa
perpindahan manusia dari alam kegelapan (kolot, tak beradab, dan tak
berbudaya) menuju tradisi masyarakat yang terang- benderang (beradab,
modern, dan multikulral) yang terjadi secara damai tanpa gejolak
sosial yang berarti. Ini adalah contoh amat ideal dari sebuah
perubahan dan transformasi sosial.

Karena itu, ada baiknya jika semangat dan ruh hijrah menjadi spirit
bangsa ini demi membangun bangsanya. Adalah sebuah kesalahan besar
bagi kaum (bangsa) yang dulu diberi contoh oleh Nabi, tetapi dalam
praktik kehidupan sehari-hari dalam menata, menatap, dan membuat
gerakan serta perubahan sosial tidak mengacu contoh yang sudah
terbukti kehebatannya.

No Response to "Hijrah"

Leave A Reply