Wednesday 22 August 2007

Surabaya : Untuk Siapa??


Sorry bro and sis,let's get down to some serious matter this time around...

Tidak ada kesempatan spesial yg me-latarbelakang-i tulisan ini, bukan hari ulang tahun Surabaya ato apapun.Hanya saja setelah nyaris 3 bulan ini pindah dari Surabaya dan stay di
Malang,jarak yg ada membuatku lebih bisa ber-refleksi terhadap kota tempat aku lahir dan besar ini.Tiap kali aku pulang untuk suatu urusan selalu saja muncul dorongan kuat untuk memuntahkan kesan2ku terhdap-nya.

Kejadian mutakhir paling menarik buatku adalah peristiwa terbakarnya Pasar Turi dan ruwetnya nasib para pedagang penghuninya pasca peristiwa tersebut.Muncul berita bahwa pihak Pemkot terkesan menunda pembangunan tempat penampungan sementara di lokasi bekas pasar yg terbakar dan ada sinyalemen bahwa penundaan ini terkait dengan ambisi beberapa investor untuk menguasai lahan yg memang sangat strategis tersebut serat mengubahnya menjadi mall dan sejnisnya.Para pedagang pasar tersebut pun serta-merta menolak masuknya investor untuk menguasai dan mengelola pasar terbesar Surabaya tersebut,mereka khawatir bila diubah jadi mall pasar akan kehilangan identitasnya belum lagi resiko membumbungnya harga stand yg akan memaksa para pedagang menaikkan harga
barang2 jualannya,ujung-ujungnya para pelanggan setia akan pelan2 meninggalkan pasar yg sudah jadi trademark Surabaya ini.

Tentu saja pikiranku melayang ke Pasar Kapas Krampung yg sekarang disebut Pasar Tambah Rejo itu. Nasib pasar ini mirip dengan Pasar Turi,terbakar,dan kemudian seorang investor masuk dan menyulapnya menjadi "pasar modern"(baca:mall),hasilnya...??Gagal total,dari saat diresmikan tahun 2006 hingga saat ini kios2 Pasar Tambah Rejo aka Kapas Krampung belum ada setengahnya berisi,padahal dulu Kapas Krampung adalah salah satu pasar terbesar di Surabaya.Alasan para pedagang tdk mau mengisi stand2 di pasar tersebut klasik :harganya kemahalan!!

Fenomena dua pasar diatas mewakili rancunya kebijakan dan pembangunan Surabaya pada umumnya.

Mall dan pertokoan kelas atas terus dibangun sementara sentra2 ekonomi tradisional masyarakat terus ditelantarkan,padahal emang siapa juga yg mau beli barang di mall2 itu??

Izin pembangunan perumahan2 mewah terus dikeluarkan,terutama di kawasan barat Surabaya,sementara pembangunan Rumah Susun Sehat yg telah lama dijanjikan tidak kunjung jelas nasibnya,padahal siapa yg mau beli rumah2 mewah di kompleks2 itu??

Universitas dan fasilitas pendidikan kelas atas,yg dampaknya pada kepentingan pencerdasan nasional meragukan itu,terus bermunculan.Bagaimana tidak,kurikulumnya mengacu luar negeri,bahasa pengantar sehari-harinya bahasa Inggris,bidang2 studinya sangat tipikal semata-mata memenuhi kepentingan komersial macam IT,Manajemen,Desain Produk dll,mana ada yg punya bidang studi semisal:Fisika Murni ato Sastra Indonesia yg kurang keren tapi sangat dibutuhkan.Ki Hajar Dewantara bakal celingukan nyari2 kemana pepatah "tutu wuri handayani"nya.Apalagi mereka dengan bangga menjanjikan:"anak anda akan kami bentuk menjadi manusia yg mampu bersaing di tingkat global!!",tdk astupun yg menjanjikan "membentuk manusia yg sadar dan peka lingkungan".Belum lagi biaya pendidikan yg melambung begitu tinggi membuat eksklusifitas menjadi niscaya bagi para peserta didiknya.Sementara itu di jalanan tercecer anak-anak usia sekolah tanpa kejelasan nasib.

Satu pertanyaan tersisa : Surabaya ini untuk siapa??Lebih khusus lagi,pembangunan Surabaya ini didesain untuk menguntungkan siapa??tidak cukupkah pelajaran dari Era-Suharto,yg
berkeyakinan dengan memusatkan kemakmuran pd segelintir orang maka kemakmuran akan menyebar ke seluruh kalangan,yg gagal itu. Kita tidak akan bisa melangkahi hukum proses,no matter what.Melanggarnya hanya akan menimbulkan "lubang" dalam bangunan,lubang yg pada
waktu yg tepat akan meruntuhkan seluruh bangunan.

Proses tidak bisa tidak,harus dimulai dari bawah,yg dlm hal ini berarti pemberdayaan masyarakat golongan bawah.Kalau kita tidak punya bangunan yg "representatif"(baca:mewah),so what gitu loh?emangnya kita sudah perlu bangunan macam itu??Dalih,"bagaimana kalau ada orang asing berkunjung ke Surabaya dan tidak ada tempat representatif untuk hiburan mereka??",ya lebih baik kita tampilkan diri kita apa adanya tak usah berpura-pura makmur. Lebih baik mereka (orang2 asing) melihat sebuah kota yg fasilitas2nya sederhana tapi dengan penduduk yg ramah serta keamanan yg terjamin adripada sebuah kota metropolis berfailitas wah tapi penduduknya saling curiga dan tingkat kejahatannya sangat tinggi karena masyarakatnya hidup dalam ketimpangan.